Sunday, December 3, 2017

Pengendalian Hayati dengan Parasitoid

bacajuga

Oleh
Vredighrichal Gurahman

Pengendalian hayati merupakan suatu teknik pengendalian dengan menurunkan populasi hama melalui kinerja musuh alaminya. Harry Smith, Universitas California mendefinisikan bahwa penurunan populasi serangga disebabkan karena aksi dari musuh alaminya. Dalam buku Purnomo (2010) dijelaskan tentang perbedaan antara pengendalian hayati dan pengendalian secara alami. Perbedaan jenis kedua pengendalian itu adalah pada organisme sasaranya. Jika penurunan populasi suatu organisme non-serangga akibat aksi dari musuh alaminya maka disebut sebagai pengendalian alami. Jika penurunan populasi organisme hama akibat aksi dari musuh alaminya maka disebut sebagai pengendalian hayati.

Purnomo (2010), Terdapat tiga dasar pendekatan pengendalian hayati yaitu:
1. Konservasi dan Peningkatan Musuh alami.
Semua input dan output agroekosistem akan berdampak pada populasi musuh alami. Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan konservasi dan peningkatan populasi musuh alami (Parasitoid, Predator, dan pathogen). salah satu bentuk kegiatan konservasi musuh alami adalah dengan mengurangi penggunaan pestisida, sebab pestisida dapat membunuh musuh alami yang ada di ekosistem. Selain itu juga, bentuk peningkatan musuh alami dengan menanam tanaman refugia di areal pertanaman dapat meningkatkan populasi musuh alami.

2. Augmentasi
kegiatan selanjutnya adalah augmentasi. Augmentasi merupakan kegiatan perbanyakan musuh alami yang diakukan diluar ekosistem aslinya. Artinya bahwa pembiakan musuh alami akan dilakukan di laboratorium atau tempat pembikan massal. Bentuk kegiatan itu bertujuan untuk mengakselerasi populasi musuh alami jika konservasi dan peningkatan yang alamiah tidak mampu menekan populasi.

3. Introduksi Musuh Alami
kegiatan ini merupakan kegiatan yang dilakukan dengan mendatangkan musuh alami dari suatu tempat ke tempat yang baru. Kegiatan ini dilakukan jika musuh alami yang ada di tempat tersebut tidak mampu menekan populasi hama. Introduksi umunya dilakukan pada jenis-jenis hama eksotik atau invasif.

Musuh alami berupa parasitoid merupakan jenis musuh alami yang menyelesaikan salah satu fase hidupnya dalam tubuh serangga dengan menghisap cairan tubuh inangnya. Akibanya, tubuh serangga yang telah terparasit akan mengalami gangguan metabolisme dan berujung pada kematian (Mahrub, 1987). Populasi parasitoid yang ada di agroekosistem akan bergantung pada keberadaan populasi hama sebagai inangya (density dependent mortality factor). Proses yang terjadi antara parasitoid dan inangnya akan membentuk simbiosis parasitisme atau satu pihak diuntungkan dan pihak lain dirugikan.

Berdasrkan jenis inang parasitoid, Maka dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1. Inang infinitif
Inang infinitif adalah inang spesifik yang telah diketahui oleh parasitoid sebagai inangnya. Contoh Parasitoid telur Trichogramma spp. yang hanya akan meletakkan telurnya pada inang-nang spesifik seperti Telur Corcyra sp., Telur Chilo saccarifagus, dan Telur Scirpophaga innotata.

2. Inang Intermediet
Inang intermediet adalah jenis inang yang hanya digunakan oleh parasitoid pra-dewasa yang oleh parasitoid dewasa tidak diperhatikan jenis spesifik inangnya. Contoh parasitoid jenis ini adalah lalat jatiroto (Diatraeophaga striatalis).

Purnomo (2010), Berdasarkan cara menyerangnya dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1. Parasitoid Soliter
Artinya satu jenis parasitoid akan meletakkan telurnya pada banyak tubuh inang. Sehingga untuk satu inang hanya akan terparasit sebanyak satu ekor saja. Parasitoid jenis ini akan membutuhkan banyak inang untuk meletakkan telur, sehingga jenis ini adalah yang paling efektif menekan populasi hama.

2. Parasitoid gregorius
Parasitoid jenis ini akan meletakkan kelompok telurnya hanya pada satu inang saja. Artinya sejumlah telur akan disuntikkan melalui ovipistornya kedalam tubuh serangga inangnya.

Berdasarkan fase inang yang diserang dibedakan menjadi Parasitoid Telur, Parasitoid Larva, Prasitoid Pupa dan Parasitoid Imago.
1. Salah satu contoh jenis parasitoid Telur adalah Trichogramma spp. Menurut Borror (1992), Serangga ini di klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom          : Animalia
Fillum               : Arthopoda
Class                : Insekta
Ordo                 : Hymenoptera
Family              : Trichogrammatidae
Genus               : Trichogramma
Spesies              : Trichogramma spp.


Gambar 1. Imago Trichogramma sedang oviposisi

Larva Trichogramma terdiri dari tiga instar.  Setelah mencapai instar 3 (3-4 hari setelah telur terparasit), telur penggerek batang berubah warnanya menjadi gelap atau hitam.  Larva kemudian berkembang menjadi pupa.  Setelah 4-5 hari, pupa berubah menjadi imago, dan keluar dari telur inang dengan membuat lubang bulat pada kulit telur.  Daur hidup sejak telur diletakkan hingga imago muncul sekitar 8 hari.  Imago betina mampu  menghasilkan telur sebanyak 50 butir, yang di suntikkan pada telur penggerek padi dan tebu, telur yang di infeksikan ke dalam tubuh penggerek akan memakan masa sel dan cairan yang ada di dalam tubuh inangnya (Burhanudin, 2004).

Trichogramma spp. mampu menghasilkan keturunan tanpa melalui proses perkawinan terlebih dahulu (Partenogenesis). Imago betina yang melakukan perkawinan akan menghasilkan keturunan jantan dan betina, sedangkan imago yang tidak melakukan perkawinan akan menghasilkan keturunan jantan saja (Burhanudin, 2004). Imago betina akan meletakkan telurnya dengan menggunakan embelan berupa ovipositor. PParasitoid ini termasuk kedalam parasitoid jenis gregorius, sebab imago akan meletakkan satu atau lebih telurnya pada satu telur inang. Daya predasi parasitoid ini dapat mencapi 40% dengan populasi bergantung dengan populasi inang (Darmadi, 2008).

2. Parasitoid Larva
Salahsatu contoh parasitoid larva adalah Apanteles flavipes. Menurut Borror (1992), Apanteles flavipes diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Filum               : Arthropoda
Kelas               : Insecta
Ordo                : Hymenoptera
Family             : Microgastrinae
Genus              : Apanteles
Spesies            : Apanteles flavipes Cam.

Gambar 2. Imago Apanteles

Panjang tubuh Apanteles flavipes ± 2,0-2,5 mm dengan ciri serangga betina mempunyai ukuran tubuh lebih pendek dan ovipositor yang berfungsi menginjeksikan telur ke tubuh larva hama penggerek batang.  Telur Apanteles flavipes berukuran 0.3 mm berbentuk elongate dan transparan. Telur akan menetas 3 hari setelah terjadina oviposisi.

Apanteles flavipes adalah parasitoid larva. Walaupun secara umum mempunyai tingkat parasitasi yang rendah, parasitoid tersebut mengalami peningkatan dan secara tidak langsung dapat meningkatkan kematian inang. Pada tahun 1996 diamati bahwa 54% larva kecil terparasit, 9,4% persentase parasitasi pada larva berukuran sedang dan 19.8 % larva yang berukuran besar terparasit A. flavipes (Ganeshan dan Rajablee, 1997). Simanjuntak (2013), bahwa semakin tua umur parasitoid maka kemampuannya untuk mamparasiti inang akan semakin menurun. Parasitoid ini hanya akan meletakkan telur selama 5 kali dan akhirnya akan mati.

3. Parasitoid Pupa
Salah satu contoh parasitoid pupa adalah Tetrastichus sp. Menurut Borror (1992), Tetrastichus sp. diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Filum               : Arthropoda
Kelas               : Insecta
Ordo                : Hymenoptera
Family             : Eulophidae
Genus              : Tetrastichus      
Spesies            : Tetrastichus sp.
Gambar 3. Imago Tertastichus
Sumber: http://www.fao.org/docrep/010/ag117e/AG117E04.htm

Tetrastichus sp. merupakan parasitoid larva. parasit  ini termasuk kedalam serangga endoparasit larva-pupa yang soliter.  Memiliki ciri-ciri tubuh berwarna hitam, bertubuh kecil dengan panjang sekitar 1.5-2 mm.  Telur  berbentuk memanjang dan meruncing pada kutub kaudal.  Stadia telur berlangsung selama 2 hari, masa stadia larva 5-8 hari, pupa selama 7-11 hari.  Umur imago betina lebih panjang yaitu 10-11 hari dibandingkan jantan 3-4 hari dengan ciri imago jantan memiliki abdomen yang tumpul membulat sedang abdomen betina meruncing (Deptan, 1994).

Daya parasitasi Tetrastichus sp. terhadap pupa jauh lebih besar dibandingkan dengan larva.   Hal ini disebabkan larva yang aktif bergerak akan menghalangi Tetrastichus sp.  dalam meletakkan telurnya.  Daya parasitasi Tetrastichus sp. di lapangan terhadap larva-pupa sebesar 60-90%.   Pupa yang telah terinfeksi akan berubah warna menjadi kehitaman (Kartohardjono, 1992).


Sumber:

Borror, Donald j.,Triplehorn, Charles A dan Johnson, Norman F. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi ke-6. Universitas Gajah Mada press. Yogyakarta. 1083 hlm.

Burhanudin. 2004. Status dan Program Penelitian Pengendalian Terpadu Penyakit Tungro. Prosiding Seminar Nasional Status Program Tungro Mendukung Keberlanjutan Produksi Padi Nasional Makasar. Pusat Peneliatan dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Jakarta

Direktorat Jendral Perkebunan. 2013. Dukungan Perlindungan Perkebunan. Pedoman Teknis Penanganan Organisme Pengganggu Tanaman Perkebunan. Direktorat Jendral Perkebunan. Jakarta

Mahrub, E. 1987. Pengenalan Musuh Alami Hama tanaman. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta

Purnomo, Hadi. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. C.V Andi Offset. Yogyakarta
Simanjuntak, Susanti Oktaviana., Maryani C.T dan  Darma Bakti. 2013. Daya parasitasi apanteles flavipes cam. (Hymenoptera: Braconidae) pada penggerek batang tebu bergaris (Chilo sacchariphagus Boj.) (Lepidoptera: Pyralidae) di laboratorium.  Jurnal Online Agroekoteknologi. 1(2)


No comments:

Post a Comment